Upaya lain yang dilakukan Kementan adalah memberikan anggaran berdasarkan sentra produksi sehingga tidak memberikan kepada daerah yang tidak cocok dengan lada sehingga anggaran tidak diecer. Adapun sentra produksi lada Indonesia, yakni Bangka Belitung, Luwu Raya, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
”Kita harus kembangkan berdasar keunggulan komparatif dan kompetitif. Kompetitif itu melakukan processing agar bisa memasuki pasar internasional, karena nilai tambah yang paling besar ada di processing. Jadi, cara berpikir kita ke depan seperti itu,” tegasnya.
Sementara untuk memberikan harga jual lada yang baik di tingkat petani, upaya yang dilakukan, yakni memotong rantai pasok. Negara tujuan ekspor selama ini ke Vietnam, harus dipotong menjadi ekspor langsung ke India dan Eropa.
Pasalnya, Vietnam selama ini mengolah kembali lada dari Indonesia untuk diekspor ke negara-negara Eropa dan India. Ke depan pengolahan langsung harus juga dilakukan di Indonesia.
”Kita sudah nego dengan India. Sekarang sudah bisa masuk ke India. Tadi ke Amerika, kemudian Jepang dan Eropa. Ini upaya kita semua. Contoh, dulu manggis itu kan transit ke Malaysia dan Singapura. Sayang kan, petani kita. Tapi sekarang sudah bisa langsung ke China,” katanya.
Mentan juga telah memerintahkan Badan Karantina Pertanian agar mendorong semua produk ekspor Indonesia langsung sampai ke negara tujuan atau tidak transit di negara lain.
”Itulah mimpi kita. Kita memproduksi dengan kualitas tinggi dan produktivitas tinggi. Kemudian kita melakukan hilirisasinya, nilai tambahnya kita dapat di mana-mana, kemudian kita mengekspor langsung ke negara tujuan,” tandasnya.
Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil menjelaskan, dari sistem otomasi perkarantinaan yakni IQFAST, tercatat lalu lintas ekspor, selain karet dan olahan sawit, lada asal Bangka Belitung telah diterima di 14 negara, di antaranya Oman, Amerika Serikat, Jepang, Singapura, dan lainnya.
”Pada 2018 sebanyak 163 frekuensi Surat Kesehatan Tumbuhan atau Phyosanitary Certificate yang telah diterbitkan di Pangkalpinang. Surat ini sebagai persyaratan negara mitra dagang dan telah menyertai ekspor 2.601 ton lada dengan nilai ekonomi Rp156 miliar ke 14 negara tujuan,” katanya.
Sementara pada periode Januari sampai dengan April 2019, telah tercatat 68 kali ekspor dengan total 638 ton senilai Rp38,2 miliar. Trennya meningkat sehingga harapannya produksi ke depan lebih meningkat.
”Dengan begitu, kejayaan rempah, khususnya lada, dapat kita raih lagi dari Bangka Belitung,” ujarnya.
Wakil Gubernur Bangka Belitung Abdul Fatah mengapresiasi kinerja Kementan melalui Karantina Pertanian Pangkalpinang yang telah mengawal komoditas unggulan daerahnya ke mancanegara. Dia berharap Kementan memberi perhatian khusus bagi subsektor perkebunan di daerahnya sehingga kejayaan komoditas pertanian asal Bangka Belitung bisa dikembalikan.
”Produktivitas lada di Bangka Belitung 2,5 ton per hektare. Produksi 2017 sebesar 34.000 ton, 2018 sebesar 36.000 ton, dan 2019 ditargetkan 43.000 ton. Ke depan dengan program Kementan, kami berharap produktivitas dan kualitas bisa naik,” pungkasnya. (Sudarsono)