Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menyatakan, saat ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah dikorbankan untuk membiayai subsidi yang tidak tepat sasaran. Konsumsi BBM lebih banyak dinikmati oleh kalangan mampu, termasuk sektor-sektor perkebunan, pertambangan dan industri yang seharusnya membeli solar sesuai harga keekonomian.
Pemerintah perlu mengkaji ulang dan memperbaiki kebijakan dan peraturan yang terkait dengan penetapan harga dan subsidi BBM, yakni Perpres Nomor 191 Tahun 2014. "Perpres tersebut telah mengamanatkan untuk melakukan evaluasi harga BBM setiap tiga bulan, tapi evaluasi harga tersebut tidak dilakukan," katanya.
Ketua Bidang Ekonomi PBNU Marsudi Syuhud menuturkan, masyarakat perlu mengetahui kondisi keuangan pemerintah dan kemampuan Pertamina dalam memberikan subsidi. Pemerintah diminta lebih selektif untuk menentukan kalangan yang berhak mendapatkan subsidi BBM.
Dia mengatakan, subsidi perlu diberikan kepada masyarakat yang memerlukan, bukan kalangan mampu seperti industri atau pertambangan. "Bagaimana agar publik yang berhak tepat sasaran mendapatkan subsidi, kemudian industri industri seharusnya membeli solar atau BBM dengan harga keekonomian," katanya.