Sedangkan pendapatan kekayaan negara dipisahkan (KND) tumbuh 33,1 persen atau 109,5 persen dari target APBN. Ini karena adanya kenaikan setoran dividen BUMN, seperti dividen BUMN perbankan (Himbara) dengan kenaikan 80,9 persen, meski dividen BUMN nonperbankan menurun 5 persen.
"Pendapatan PNBP lainnya tumbuh 37,3 persen atau 167,2 persen dari target APBN karena adanya kenaikan pendapatan penjualan hasil tambang sebesar 132,7 persen, pendapatan minyak mentah sebesar 539,8 persen, dan layanan pada Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar 3,7 persen," tuturnya.
Sedangkan pendapatan badan layanan umum (BLU) menurun hingga 30,1 persen atau 72,7 persen dari target APBN karena disebabkan dari berkurangnya pendapatan.
"Ini karena berkurangnya pendapatan dari pengelolaan dana perkebunan kelapa sawit yakni pengenaan tarif 0 dan dampak pelarangan ekspor CPO dan juga berkurangnya pendapatan klaim BPJS," ucapnya.
Sementara itu, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) periode 1 Januari hingga 14 Desember 2022 tercatat sebesar Rp198,06 triliun. Penerimaan tumbuh didorong dampak kebijakan kenaikan tarif yang efektif.
"Bahkan tumbuhnya 16,83 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp169 triliun," ucapnya.
Dia mengatakan, pertumbuhan penerimaan tersebut didorong oleh efek kebijakan kenaikan tarif rata-rata tertimbang dan kinerja penindakan dalam memberantas peredaran rokok ilegal.
"Ini sesuai dengan policy mengenai cukai, terutama mengenai hasil tembakau yang mencoba menyeimbangkan tujuan antara sisi kesehatan untuk penurunan konsumsi, sisi produksi dan terutama tenaga kerja maupun petani yang harus dijaga juga," tuturnya.
Dia menyebutkan, dari sisi value memang terjadi kenaikan, namun produksi hasil tembakau hingga 14 Desember tercatat menurun sebesar 1,9 perse secara year on year (yoy) akibat penurunan dari pabrikan golongan 1 dan golongan 2.