Sebagai informasi, berbagai insentif yang dikeluarkan pemerintah untuk menggerakan kembali industri properti sudah mulai dikeluarkan dan dilaksanakan. Pertama adalah keringanan pajak yang baru saja dikeluarkan Kementerian Keuangan.
Adapun bentuk insentif ini berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung oleh pemerintah. Untuk rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar 100 persen ditanggung pemerintah.
Sementara rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual di atas Rp2 miliar sampai Rp5 miliar 50 persen ditanggung pemerintah. Aturan ini berlaku selama 6 bulan dimulai dari Maret hingga 31 Agustus.
Bank Indonesia (BI) juga turut memberikan relaksasi dengan menerbitkan kebijakan pelonggaran uang muka kredit properti, untuk rumah tapak, rumah susun, dan ruko/rukan. Kebijakan BI yang memungkinkan perbankan memberikan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan down payment (DP) atau uang muka 0 persen tersebut berlaku mulai dari 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021.
Kebijakan tersebut berlaku menyusul perubahan yang dilakukan Bank Indonesia tentang rasio uang muka kredit rumah (Loan to Value/LTV) kredit dan pembiayaan properti. Semula LTV-nya adalah 85 persen sampai 90 persen, kemudian kini menjadi 100 persen.
Selanjutnya, Kementerian Keuangan juga menetapkan objek reinvestasi agar dividen yang diterima oleh wajib pajak dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan (PPh) alias dividen tidak dipungut pajak.