"Contohnya seperti ini, jika ada yang kena PHK selanjutnya masuk ke tempat pelatihan kerja. Pertanyaannya siapa yang membiayai pelatihan? Pertanyaan ini dijawab dengan skill development fund. Pertanyaan kedua, pelatihan butuh waktu 3-4 bulan lalu siapa yang membiayai hidup keluarganya selama dia mengikuti pelatihan sampai mendapatkan pekerjaan baru? Pertanyaan kedua ini dijawab dengan skema unemployment benefit," ucapnya di Bandung, Sabtu (3/3/2018).
Ia melanjutkan, pemerintah saat ini menghadapi tantangan untuk mencari solusi dari kasus PHK pekerja. Hal ini demi menjamin proses sesuai aturan dan hak-hak korban PHK terpenuhi.
"Jika ada PHK secara normatif pemerintah akan menanyakan prosesnya benar atau tidak? Hak-haknya sudah dibayarkan atau belum? Jika prosesnya benar dan hak-haknya diberikan ya sudah selesai. Tapi sekarang di zaman digitalisasi/otomatisasi/disrupsi ekonomi yang berdampak terhadap banyak sektor, pemerintah tidak bisa normatif lagi dalam menghadapi PHK. Misalnya ada 1000 orang di-PHK pertanyaannya mereka mau kerja apa, solusinya apa?" ujar Menaker Hanif.
Menaker menambahkan, hal inilah yang tengah dicarikan solusi dengan skema kebijakan sosial mengenai skill development fund dan unemployment benefit.
"Ini yang sedang disiapkan pemerintah Indonesia agar masyarakat memiliki kesempatan untuk belajar secara terus menerus sampai pensiun, meningkatkan keterampilannya sampai pensiun, dan bekerja terus menerus sampai pensiun," tutur Hanif.