Selanjutnya, tarif cukai Rp2.500 per liter akan berlaku untuk karbonasi yang produksinya mencapai 747 juta liter per tahun. Jika diterapkan cukai produksinya hanya menjadi 687 juta liter per tahun dengan potensi penerimaan Rp1,7 triliun.
Tak hanya untuk karbonasi, tarif cukai Rp2.500 per liter juga akan diterapkan untuk minuman berpemanis lainnya seperti produk kopi, konsentrat, dan energi yang per tahunnya mencapai 808 juta liter.
“Produk seperti energy drink dan kopi saset yang produksinya 808 juta liter jadi dengan tarif Rp2.500 per liter dan elastisitas 0,8 maka estimasi produksi setelah cukai 743 juta liter dengan potensi penerimaan Rp1,85 triliun,” katanya.
Dia menyatakanm jika pengenaan tarif cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan ini disetujui oleh DPR maka potensi penerimaan negara secara total bertambah Rp6,25 triliun.
Sri Mulyani mengatakan kebijakan tersebut tidak berlaku untuk produk yang dibuat dan dikemas secara nonpabrik seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), madu dan jus sayur tanpa penambahan gula, dan barang untuk diekspor maupun yang rusak serta musnah.
“Untuk subjek cukai ini adalah pabrikan atau produksi dalam negeri dan importir atau produksi luar negeri,” ujarnya.