"Idealnya vaksin itu gratis apalagi dalam konteks bencana nasional. Jika vaksin berbayar dikhawatirkan menciptakan ketimpangan, di mana kelas menengah ke atas bisa mengakses vaksin yang komersil. Sementara kelas bawah menunggu bantuan vaksin pemerintah. Tentu jika vaksin komersil, aksesnya jauh lebih mudah dan prosedur tidak lama seperti vaksin pemerintah," kata dia.
Untuk perubahan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2021 bisa dilakukan dengan beberapa cara. Misalnya alokasi anggaran infrastruktur sebesar Rp413 triliun, sementara stimulus untuk kesehatan berkurang menjadi Rp25,4 triliun. Artinya ruang fiskal untuk menggratiskan vaksin terbuka lebar.
"Masalahnya secara politik anggaran mau apa tidak? Jika bicara soal prioritas anggaran harusnya sampai 2021 masih fokus pada penanganan kesehatan," ucapnya.
Selain itu, Bhima juga menyebut perlu adanya pengawasan vaksin dan diharapkan tidak terjadi monopoli distributor dan pentingnya peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai pengawas yang harus melakukan deteksi dini.
"Kemudian soal fokus pada kelompok rentan diutamakan seperti masyarakat lansia dan memiliki penyakit bawaan," tuturnya.