"Liur itu memang punya kandungan antibakteri, tapi secara medis tidak dianjurkan. Di mulut itu salah satu rongga yang kumpulan bakterinya banyak sekali. Jadi kita tidak direkomendasikan," kata dr Adisaputra dalam momen webinar pada Jumat (11/9/2020).
Dia menuturkan air liur juga memiliki patogen, seperti bakteri, virus, dan jamur yang bisa berpindah pada luka. Pemberian air liur perlu dipertimbangkan, terlebih jika kebersihan mulut tidak terjaga dengan baik.
Menurut dr Adisaputra, saat membersihkan luka, idealnya seseorang akan membutuhkan jumlah air yang cukup. Hal itu agar luka dapat bersih dari kotoran serta benda asing.
"Saat membersihkan luka, kita butuh jumlah air yang cukup agar kotoran dan benda asing bisa dihilangkan dari luka tersebut. Kalau menggunakan air liur jadi tidak higienis, dan juga tidak etis," ujar dr Adisaputra.
Dia menyarankan agar masyarakat dapat mengikuti standar yang telah disarankan di seluruh dunia dalam mengatasi luka pada tubuh. Di antaranya dengan membersihkan luka menggunakan cairan pembersih yang tidak menimbulkan iritasi, aman untuk jaringan kulit, dan sebaiknya mengandung Polyhexamethylene biguanide (PHMB).
"Supaya kita berkembang, kita harus mengikuti standar medis yang disarankan di seluruh dunia. Gunakan cairan pembersih luka yang yang menjadi standar saat ini, yaitu yang tidak mengiritasi, dan aman untuk jaringan kulit baru nantinya," kata dr Adisaputra.