JAKARTA, iNews.id - Hipertensi menjadi salah satu penyakit tak menular (PTM) yang berbahaya dan bisa menimbulkan komplikasi-komplikasi serius. Salah satunya adalah aneurisma aorta.
Aorta adalah pembuluh paling besar di tubuh. Kemudian aneurisma aorta merupakan penyakit yang ditandai dengan pelebaran pada pembuluh darah aorta. Pelebaran tersebut dapat terjadi pada aorta di bagian perut, dada, atau keduanya.
Jika tidak segera ditangani, hal tersebut bisa berdampak fatal, bahkan menyebabkan pasien meninggal dunia.
“Robeknya aorta bisa terjadi secara tiba-tiba (akut) dan tidak menimbulkan gejala. Tetapi bila dalam dua hingga tiga jam tidak segera dioperasi, penderita akan meninggal,” kata Dokter Sub-Spesialis Intervensi Kardiolog dan Vaskular Heartlogy Cardiovascular Center RS Brawijaya Saharjo dr Suko Adiarto, SpJP (K), seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (13/11/2020).
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), aneurisme aorta menyebabkan 9.923 kematian pada 2018 dan sekitar 58 persen kematian karena aneurisme aorta atau diseksi aorta terjadi pada pria.
National Center for Biotechnology Information (NCBI) melaporkan bahwa insiden terjadinya diseksi aorta adalah 5-30 kasus per satu juta orang, dengan rentang usia 40-70 tahun.
Lebih lanjut, dr Suko menjelaskan, faktor penyebab diseksi aorta di antaranya riwayat keluarga, hipertensi, naiknya tekanan darah secara mendadak, riwayat aneurisme aorta, artherosklerosis ataupun kelainan genetik.
“Berdasar kondisinya, ada dua jenis aorta yang robek, yakni tipe A dan tipe B. Yang paling berbahaya dan mematikan adalah tipe A. Sebab, bagian aorta yang robek ada pada pangkalnya yang menempel ke serambi jantung atau yang disebut dengan aorta asendens,” ucapnya.