Demikian pula berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, ditemukan delapan dari 10 anak usia sekolah Indonesia berumur 4-12 tahun kekurangan nutrisi otak karena asupan asam lemak esesial (Essential Fatty Acid) khususnya asupan DHA dan Omega 3 lebih rendah (dibanding angka acuan dari WHO).
Sementara penelitian PISA dari OECD 2018 menyebutkan, kemampuan matematika dan science pelajar Indonesia berada di urutan 62 dunia - di bawah Vietnam. Hal ini tentu saja menjadi keprihatinan bagi masa depan anak Indonesia.
Penelitian Kemendikbud juga menyatakan daya kemampuan berpikir anak Indonesia masih di bawah negara-negara maju Asia, seperti Korea dan Jepang meskipun waktu belajar anak Indonesia di sekolah lebih lama dibandingkan pelajar negara lain.
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek dalam diskusi "Pentingnya Kerja sama Stakeholder untuk Perbaikan Gizi Indonesia" di Jakarta, baru-baru ini menyatakan, pentingnya pemahaman pemenuhan gizi juga harus diberikan pada guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Saat ini, masih banyak guru PAUD kurang paham dengan pemenuhan gizi anak-anak.
"Gurunya sendiri tak paham tentang pengetahuan gizi. Gerakan pemahaman pemenuhan kebutuhan gizi juga harus menyasar guru PAUD, tidak hanya anak-anaknya," ujarnya.
Menurutnya, guru-guru itu yang akan mendidik dan membimbing anak-anak di sekolah. Kendati, Menkes tidak menampik sangat susah mengubah pola pikir guru-guru yang sudah lama mengajar.