JAKARTA, iNews.id - Menjaga kesehatan mata sangat penting dilakukan sejak dini. Jangan sampai kesehatan mata terganggu dan baru diketahui setelah terlambat.
Adapun salah satu gangguan mata yang paling banyak dialami masyarakat yaitu glaukoma. Gangguan ini tertinggi kedua setelah katarak. Nyaris tanpa gejala, glaukoma berpotensi memberi dampak yang lebih fatal, seperti kebutaan permanen.
Dokter Subspesialis Glaukoma, dan Ketua JEC Glaucoma Service, JEC Eye Hospitals & Clinics, Prof. Widya Artini Wiyogo mengatakan, glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang berdampak sangat besar terhadap kualitas hidup penyandangnya.
"Dari kecemasan bahkan depresi adanya risiko kebutaan, keterbatasan aktivitas sehari-hari karena gangguan lapang pandang, kendala fungsi sosial karena mulai menghilangnya penglihatan, hingga efek samping pengobatan, serta pengaruh finansial akibat biaya pengobatan yang dikeluarkan," ujar Prof Widya Artini Wiyogo, melalui keterangannya belum lama ini.
Prof Widya menambahkan, sayangnya, di Indonesia permasalahan glaukoma masih memprihatinkan lantaran penderita seringkali baru mencari pengobatan ketika sudah pada stadium lanjut. Lebih-lebih 80 persen kasus glaukoma muncul tanpa gejala.
"Ini yang membuat glaukoma dijuluki sebagai ‘si pencuri penglihatan’. Karenanya, penatalaksanaan glaukoma sedini mungkin sangatlah krusial agar progresivitas penyakit ini dapat dikontrol dan kerusakan saraf mata bisa diperlambat sehingga kebutaan pun tercegah," katanya.
Data terakhir Kementerian Kesehatan dalam laporan “Situasi Glaukoma di Indonesia” (2019) memprediksi jumlah penderita glaukoma secara global pada 2020 mencapai 76 juta – atau meningkat sekitar 25,6 persen dari angka satu dekade lalu yang masih 60,5 juta orang.
Sementara di Indonesia, data yang sempat dirilis secara resmi barulah prevalensi glaukoma sebesar 0,46 persen (setiap 4 sampai 5 orang per 1.000 penduduk). JEC, lanjut Prof Widya, hingga 2022 kemarin telah menangani hampir mencapai 110.000 kunjungan pasien glaukoma selama 3 tahun terakhir.