Devy Yheanne, Country Leader of Communications and Public Affairs, PT Johnson & Johnson Indonesia mengatakan, ada banyak stigmatisasi mengenai menstruasi yang disebabkan karena faktor ekonomi.
"Dampaknya, hanya 63 persen remaja perempuan di Indonesia yang memiliki pengetahuan memadai saat menghadapi menstruasi pertama (menarke), serta 44 persen merasa takut, terkejut, dan tertekan ketika hal itu terjadi. Bahkan, satu dari lima remaja perempuan tidak memahami menstruasi secara biologis," kata Devy.
Dia berharap melalui inisiatif pendidikan WiSTEM2D (Women in Science, Technology, Engineering, Math, Manufacturing, and Design) dapat meningkatkan akses perempuan terhadap informasi kesehatan menstruasi berbasis sains secara nyaman dan terbuka.
"Diharapkan, edukasi yang diperoleh para remaja perempuan dalam kegiatan ini memberikan kepercayaan diri, sumber daya, dan peluang untuk mencapai keterjangkauan fasilitas kesehatan menstruasi yang higienis serta kesetaraan kualitas kesehatan secara menyeluruh," ujar Devy.
Devy menambahkan, selain kesehatan, masalah kemiskinan menstruasi juga membawa dampak negatif pada pendidikan. Berdasarkan hasil riset Burnet Institute, sebanyak 41 persen remaja perempuan memilih untuk merahasiakan bila sedang menstruasi guna menghindari rasa malu dan takut terhadap orang lain di sekolah, terutama remaja laki-laki.
"Bahkan, hal ini menjadi salah satu alasan yang menyebabkan 1 dari 6 remaja perempuan terpaksa tidak masuk sekolah selama satu hari atau lebih pada saat mereka sedang menstruasi," kata dia.