JAKARTA, iNews.id - Tingkat kematian ibu dan bayi masih menjadi isu serius di beberapa negara, termasuk Indonesia. Data dari Sistem Kesehatan Nasional yang dirilis oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada Maret 2022 menunjukkan, jumlah kematian ibu di Indonesia adalah 305 dari 100 ribu kelahiran (sebagai referensi pada tahun 2019).
Kesadaran kesehatan ibu menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian saat melahirkan. Risiko persalinan dapat terjadi sejak masa sebelum kehamilan hingga saat melahirkan. Sementara, lebih dari 62 persen kematian ibu dan bayi terjadi di rumah sakit.
Pemerintah terus berusaha mencapai target kematian ibu sebanyak 183 jiwa per 100 ribu kelahiran pada 2024. Dilansir dari situs resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Wakil Menteri Kesehatan, dr Dante Saksono Harbuwono mengatakan, masa kehamilan, persalinan, nifas, dan masa kanak-kanak merupakan periode yang kritis.
Meskipun angka kematian ibu dan anak secara global mengalami penurunan, tetapi beban masih tinggi. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memberikan layanan esensial yang lebih baik untuk ibu dan anak.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kesehatan ibu dan anak serta meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai perawatan yang tepat sebelum, saat, dan setelah kehamilan, serta kesehatan anak.
Menurut dr Agus Supriadi dari RS Premier Jatinegara, usia pernikahan pertama dapat menjadi indikator kapan seorang wanita memiliki peluang untuk hamil dan melahirkan. "Wanita yang menikah pada usia muda memiliki rentang waktu yang lebih panjang untuk hamil dan melahirkan dibandingkan dengan yang menikah pada usia lebih tua dan memiliki lebih banyak anak," kata dr Agus Supriadi melalui keterangannya belum lama ini.
Berdasarkan data SDKI (2007), rata-rata usia pernikahan pertama adalah 18,1 tahun, padahal idealnya adalah 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. Namun, dalam UU RI tahun 2006, diatur usia perkawinan untuk perempuan adalah 16 tahun dan pria adalah 19 tahun.
Selain itu, pertambahan penduduk juga dipengaruhi oleh faktor kelahiran yang tidak direncanakan karena tidak mengikuti program KB atau disebut dengan istilah "unmet need".
Artinya, ada persentase wanita yang menikah yang tidak ingin memiliki anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi. "Oleh karena itu, berkonsultasi dengan dokter yang tepat untuk memahami lebih lanjut tentang fertilitas sangat disarankan," tuturnya.