Damayanti memaparkan hasil penelitian intervensi gizi spesifik dalam pencegahan dan penanganan stunting di Desa Bayumundu, Kabupaten Pandeglang, termasuk edukasi pola makan berbasis protein hewani telah menurunkan prevalensi stunting sebesar 8,4 persen selama 6 bulan. Untuk itu, dia mendorong pemerintah segera mengimplementasikan kebijakan dan tidak harus terhambat aturan-aturan teknis yang seharusnya bisa segera dikeluarkan.
Kasubdit Penanggulangan Gizi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Inti Mudjiati menyatakan, pertengahan tahun ini, Kementerian Kesehatan telah mensahkan Peraturan Menteri Kesehatan No 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Akibat Penyakit. Permenkes ini mengatur mengenai Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) yang diprioritaskan untuk anak dengan resiko tinggi gagal tumbuh seperi gizi kurang, gizi buruk, prematur, alergi, hingga kelainan metabolik lainnya untuk mencegah stunting.
"Peraturan ini adalah upaya terobosan pencegahan stunting, dan membutuhkan pembahasan lebih lanjut mengenai sasaran dan pembiayaan untuk mendorong implementasinya.” kata
Penggunaan PKMK sebagai tata laksana intervensi gizi spesifik bukan tanpa alasan. PKMK adalah pangan olahan yang diproses atau diformulasi secara khusus untuk manajemen medis yang dapat sekaligus sebagai manajemen diet bagi anak dengan penyakit tertentu. Selain merupakan alternatif nutrisi sumber protein hewani yang padat nutrisi dan dapat dikonsumsi dengan mudah oleh anak, intervensi melalui PKMK yang sudah teruji dapat meningkatkan pertumbuhan anak.
Dr Widya Leksmanawati Habibie MM, Associate Fellow di The Habibie Center mengatakan, tingginya angka stunting adalah cerminan ketidaksetaraan sosial dan hal ini berkaitan erat dengan demokratisasi. Maka itu, The Habibie Center menyampaikan beberapa rekomendasi terkait penanganan stunting.