Namun, setelah keimanan umat Islam semakin kuat dan mantap, Rasulullah SAW kemudian memperbolehkan dan menganjurkan ziarah kubur dengan syarat-syarat tertentu. Salah satu hadits yang menunjukkan hal ini adalah sebagai berikut:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ أَلاَ فَزُوْرُوْهَا فَإِنَّهَا تُرِقُّ الْقَلْبَ، وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ، وَتُذَكِّرُ اْلآخِرَةَ، وَلاَ تَقُوْلُوْا هُجْرًا.
“Aku pernah melarang kalian untuk ziarah kubur, sekarang ziarahilah kubur karena ziarah kubur dapat melembutkan hati, meneteskan air mata, mengingatkan negeri Akhirat dan janganlah kalian mengucapkan kata-kata kotor (di dalamnya).” ( HR. Al-Hakim (I/376) ).
Ziarah kubur kemudian menjadi tradisi yang berkembang di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Di sini, ziarah kubur biasanya dilakukan menjelang bulan Ramadhan, yang merupakan bulan suci dan penuh berkah bagi umat Islam. Ziarah kubur dianggap sebagai salah satu cara untuk mempersiapkan diri menyambut Ramadhan dengan hati yang bersih dan penuh kasih sayang
Di Indonesia, ziarah kubur memiliki berbagai istilah yang berbeda-beda sesuai dengan daerahnya, seperti nyekar di Jawa Tengah, kosar di Jawa Timur, munggahan di Sunda, dan lain-lain.