Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak pernah kami tuntunkan, maka amalan tersebut tertolak."
Perayaan Hari Ibu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan juga para sahabat radhiallahu 'anhum. Perayaan ini dianggap sebagai inovasi yang diada-adakan dan menyerupai praktik orang kafir (tasyabbuh) (Fatawa Komite Tetap Kajian Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi, jilid 3 hal. 85).
Sebagai seorang anak ada tiga yang dapat dilakukan agar mendapat ridho dari ibunda.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam menyampaikan,
"Allah Ta’ala melarang kalian untuk berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menolak kewajiban, dan menuntut sesuatu yang bukan menjadi haknya. Allah juga tidak menyukai menyebarkan kabar burung (desas-desus), banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (Hadits shahih, riwayat Bukhari, no. 1407; Muslim, no. 593, Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Ibnu Hajar memberikan penjelasan, “Sikap durhaka terhadap ibu disebutkan dalam hadits ini karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap seorang ibu yang lemah. Hadits ini juga menekankan bahwa berbuat baik kepada ibu harus didahulukan daripada berbuat baik kepada ayah, baik melalui tutur kata yang lembut, maupun kasih sayang yang mendalam.” (Lihat Fathul Baari V : 68)
Sementara itu, Imam Nawawi menjelaskan, “Disini disebutkan kata ‘durhaka’ terhadap ibu, karena kemuliaan ibu melebihi kemuliaan ayah.” (Lihat Syarah Muslim XII : 11)
Seorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan menyatakan, “Aku akan berbai’at untuk berhijrah, dan aku akan meninggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (Shahih : HR. Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim (IV/152))
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar disampaikan, “Ridha Allah tergantung ridha orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua.“ (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)