JAKARTA, iNews.id - Inilah hukuman pelaku zina yang keduanya sudah berkeluarga. Jika didefinisikan, zina adalh perbuatan persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya atau tidak terikat dalam ikatan pernikahan.
Oleh karena itu, zina adalah salah satu perbuatan dosa besar yang dilaknat dan terancam hukuman berat. Hal tersebut sebagaimana termaktub dalam Al Quran surat Al Furqan ayat 69. Allah SWT berfirman:
يُّضٰعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَيَخْلُدْ فِيْهٖ مُهَانًا ۙ - ٦٩
Artinya: (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. (QS. Al Furqan: 69).
Lantas, bagaimana hukumnya jika zina itu dilakukan oleh dua orang yang sama-sama sudah berpasangan? Kasus seperti ini mungkin sudah tidak asing terdengar di masyarakat.
Untuk mengetahui hukumnya secara Islam, berikut ini adalah ulasannya yang dilansir iNews.id, Jumat (4/11/2022).
Islam telah menegaskan bahwa hukum zina di adalah haram. Ada banyak sekali ayat dalam Al Quran yang menjelaskan tentang hukum perbuatan maksiat yang satu ini.
Selain dalam QS. Al Furqan, salah satu larangan keras zina juga disampaikan dengan tegas melalui firman Allah SWT dalam surat Al-Isra ayat 32 yang bunyinya sebagai berikut:
وَلَاتَقْرَبُواالزِّنٰىٓاِنَّهٗكَانَفَاحِشَةًۗوَسَاۤءَسَبِيْلًا
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32).
Bagi yang belum menikah, hukuman dunia yang seharusnya didapatkan adalah cambuk 100 kali. Sedangkan untuk pelaku zina yang telah menikah (zina muhsan), hukuman yang pantas secara Islam adalah rajam.
Saking besarnya dosa zina, sampai-sampai para pelakunya dianggap tak pantas mendapat belas kasihan. Hukuman bagi orang yang berbuat zina itu telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya surat An-Nur ayat 2 sebagai berikut:
اَلزَّانِيَةُوَالزَّانِيْفَاجْلِدُوْاكُلَّوَاحِدٍمِّنْهُمَامِائَةَجَلْدَةٍۖوَّلَاتَأْخُذْكُمْبِهِمَارَأْفَةٌفِيْدِيْنِاللّٰهِاِنْكُنْتُمْتُؤْمِنُوْنَبِاللّٰهِوَالْيَوْمِالْاٰخِرِۚوَلْيَشْهَدْعَذَابَهُمَاطَاۤىِٕفَةٌمِّنَالْمُؤْمِنِيْنَ
Artinya: “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 2).
Berdasarkan ayat tersebut, sudah begitu jelas bahwa Allah begitu membenci perbuatan zina. Oleh karena itu, hendaknya semua umat Muslim baik lelaki maupun perempuan mengindahkan peringatan keras tersebut demi kebaikan dunia dan akhirat.
Lantas, bagaimana jika kita mengetahui adanya sebuah perzinaan? Apakah harus melaporkan agar pelaku mendapatkan hukuman atau sebaiknya mendiamkannya sembari bertaubat?
Terkait hal tersebut, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa ada rinciannya.
Jika seorang pelaku zina bisa melakukan taubat nasuha (taubat yang tulus) dan dapat dipastikan betul telah menyesali dosanya serta bertekad tidak akan melakukannya lagi, maka lebih baik tidak perlu dilaporkan penguasa agar mereka dirajam.
Lantas jika seseorang sulit melakukan taubat nasuha, tetapi takut terjerumus lagi dalam dosa yang sama, maka lebih baik mereka mengakui perbuatan zinanya dengan melapor sendiri pada penguasa atau pada qodhi (hakim) untuk kemudian dikenai hukuman had. (Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 1:169)
Jika Allah tutupi dosa tersebut, sebaiknya ditutupi dan bertaubat dengan taubat nasuha (yang tulus). Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ آنَ لَكُمْ أَنْ تَنْتَهُوا عَنْ حُدُودِ اللَّهِ مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ فَإِنَّهُ مَنْ يُبْدِى لَنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ اللَّهِ
“Wahai sekalian manusia, aku telah mengingatkan kalian untuk berhati-hati pada batasan-batasan Allah. Barangsiapa terjerumus dalam perbuatan yang jelek, hendaknya ia menutupi dirinya dengan tirai Allah. Karena barangsiapa memberitahukan perbuatannya kepada kami, maka kami pasti akan menegakkan ketetapan hukum Allah atasnya.” (HR. Ath-Thahawi dalam Syarh Musykil Al-Atsar, 1: 86; Al-Hakim, 4: 244; Al-Baihaqi, 8: 330. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam, 8: 435 menyatakan bahwa sanad hadits ini kuat atau shahih. Al-Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim.)
Mengutip laman Rumaysho, dijelaskan pula kenapa pezina perempuan disebut lebih dahulu barulah pezina laki-laki.
Sebab, wanita sering tabarruj (mempercantik diri dan berlebihan dalam berdandan) sehingga membangkitkan syahwat.
Wanita juga dianggap berperan membuka pintu perzinaan untuk laki-laki. Namun jika terjadi adanya paksaan, maka tidak ada hukuman hadd.