Dikecualikan, jika yang ditinggalkan adalah perkara samar, seperti hadats. Jika setelah Jumatan, imam baru menyadari atau diketahui berhadats, sementara makmum tidak mengetahui, maka tidak ada kewajiban mengulangi shalat Jumat bagi makmum. Adapun imam tetap berkewajiban mengulangi shalatnya.
Begitu pula syarat atau rukun yang termasuk perkara lahir dan dapat diketahui para makmum, seperti bagian luar pakaian imam/khatib terkena najis, rukun-rukun khutbah tertinggal (yang notabene bisa terdengar oleh makmum), maka para jamaah diwajibkan mengulangi Jumatan. Hukum ini dijatuhkan karena para makmum dinilai teledor dan tidak teliti atas kesalahan imam yang bersifat lahir. Ditegaskan oleh Syaikh Khatib al-Syarbini:
"Jika imam terlihat nyata-nyata dalam keadaan junub atau berada dalam keadaan hadats seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tidak wajib bagi makmum untuk mengulangi shalat yang telah diikuti, kecuali jika hal itu terjadi pada hari Jumat. Pada kasus ini, terdapat penjelasan khusus yang akan dijelaskan pada tempatnya. Namun, jika najis tersebut tidak terlihat secara jelas, maka tidak wajib mengulangi shalat karena para makmum tidak disalahkan atas ketidaktelitian mereka, kecuali jika hal itu terjadi pada hari Jumat. Dalam kasus ini, shalat Jumat wajib diulangi karena para makmum dianggap kurang teliti dalam kondisi tersebut."
(Syaikh Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 1, halaman 484).
Demikianlah pembahasan mengenai syarat khutbah Jumat, semoga bermanfaat!