Para ulama yang konsen pada penulisan AlQuran kemudian mencoba memberikan tanda baca yang tujuannya untuk mengikat atau dhabth, biar orang ajam tidak keliru dan meleset ketika membaca.
Yang mula-mula dianggap memprakarasi penggunaan tanda baca dalam fungsi sebagai naqthul i’rab adalah Abu Aswad Ad-Duali (w. 69 H).
Menurut sebagian penelitian, hal itu dilakukan atas perintah dari Ziyad bin Abi Ziyad (w. 53 H), gubernur Bashrah di masa Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan (w. 60 H).
Mengenal Tanda Baca
Harakat itu secara bahasa berarti gerakan, sebagai lawan dari diam atau tidak bergerak (sukun). Namun dalam istilah ilmu Dhabth, harakah itu adalah tiga tanda baca yaitu fathhah (فتحة), Kasrah (كسرة) dan dhammah (ضمة).
Gunanya harakat untuk membunyikan huruf-huruf konsonan dalam aksara Arab, yaitu huruf konsonan itu dibunyikan dengan vokal a, i atau u. Berikut tanda baca dalam ilmu tajwid:
1. Tanda Baca Fathah
Dalam kitab Irsyad at-Thalibin karya Salim Muhaysin, disebutkan bahwa tanda harakat fathah berasal dari alif yang ditulis dengan ukuran font yang kecil yang dimiringkan dan memanjang dari kanan atas ke kiri bawah. Posisinya diletakkan di atas huruf.
Tanda fathah (berasal dari alif kecil) dimiringkan supaya tidak menyerupai dengan tanda alif kecil (bacaan panjang).
Mengapa berasal dari alif? Karena diambil dari huruf mad, dimana alif mad sebagai wujud dari fonem "a" atau fathah.
Dulu, sebelum ada tanda harakat fathah seperti sekarang ini, fathah ditandai dengan titik merah yang diletakkan di atas suatu huruf.
Contoh tanda baca fathah: خَتَمَ (khatama)
b. Tanda Baca Dhammah
Tanda harakat dhammah berasal dari huruf wawu (و kecil dan diletakkan di atas huruf). Sebagaimana fathah, dipilihnya huruf wawu karena ia adalah wawu mad yang dibaca panjang jika sebelumnya berharakat dhammah.
Dulu sebelum adanya tanda harakat dhammah seperti sekarang ini, tanda dhammah ditandai dengan titik merah yang diletakkan di samping huruf.
Contoh tanda baca dhommah: عُمْيٌ ('umyun).