Rokhmad juga mengakui bahwa proses penyusunan tafsir secara kolaboratif memiliki tantangan tersendiri karena melibatkan berbagai pandangan keilmuan. Meski demikian, menurutnya, keragaman tersebut justru menjadi kekuatan dalam menghasilkan tafsir yang lebih komprehensif dan dapat diterima secara luas.
“Kami sangat mengapresiasi kontribusi para ulama, pakar, dan seluruh narasumber yang mencurahkan pikirannya untuk penyempurnaan tafsir ini,” kata Abu.
Abu menekankan bahwa uji publik menjadi ruang penting untuk memverifikasi metodologi, rujukan, dan konteks penafsiran. Kolaborasi para mufasir, akademisi, dan pemangku kepentingan lain diharapkan memperkaya perspektif sehingga produk tafsir tidak hanya kuat secara tekstual, tetapi juga sensitif terhadap isu sosial dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Selain bersifat akademik, kegiatan ini juga dipandang strategis bagi penguatan moderasi beragama. Dengan proses penyusunan yang melibatkan banyak disiplin ilmu dan berlangsung secara transparan, tafsir yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi rujukan yang memperkuat harmoni sosial, mencegah penyempitan makna ayat, serta menghindarkan publik dari interpretasi ekstrem.
Tafsir yang moderat dan kontekstual dinilai penting untuk menjawab kebutuhan umat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.