Maasyiral muslimin rahimakumullah
Allah subhanahu wata’ala menciptakan manusia ini sesungguhnya ada dua tugas dan fungsi yang ini tidak bisa dipisahkan. Yang pertama posisi manusia ini sebagai abdullah. Abdullah ini hamba Allah.
Karena hamba maka tentu kita harus punya inqiyatul khudu’ ada kepatuhan, ada ketundukan yang penuh terhadap Allah yang menciptakan kita dan seluruh alam semesta ini.
Manusia ini bukan hamba yang lain, hamba Allah, abdullah. Bukan Abdul Mal, bukan hartanya, bukan hamba harta. Bukan hamba kekuasaan, bukan hamba kedudukan, bukan hamba politik, bukan hamba ilmu, bukan hamba apa saja selain Allah.
Kita ini abdullah , jangan keluar dari fungsi kita itu. Lalu kemudian, kita mempunyai posisi, kita mempunyai kedudukan, mempunyai jabatan, atau mempunyai apapun. Dalam kehidupan ini semua dalam rangka untuk mewujudkan apa yang menjadi tugas dan fungsi kita sebagai abdullah itu.
Yang kedua, manusia sebagai khalifatullah fil-ardh. Sebagai khalifahnya Allah, sebagai mandataris.
Allah SWT berfirman dalam Surat
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةًۗ
Artinya: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". (QS. Al Baqarah Ayat 30).
Ada mandat, ada kekuasaan, ada otoritas yang diberikan oleh Allah kepada kita. Otoritas itu dibatasi oleh akal kita, akal pikiran kita. Otoritas itu ditentukan hukum-hukum syariat yang diturunkan oleh Allah dalam bentuk Al Quran maupun Hadits yang lalu dijabarkan oleh para ulama dalam berbagai macam ijtihad mewujudkan ijma’, qiyas, dan sebagainya.
Ada pedoman untuk menjalankan kita didalam melaksanakan otoritas dan mandat itu. Kita ini mandatarisnya Allah, khalifatullah fil-ardhi. Maka karena mandataris ada pertanggung jawaban, ada mas’uliyyah. Setiap mandat yang diberikan, setiap kekuasaan yang diberikan itu berkonsekuensi akan adanya mas’uliyyah, ada pertanggung jawaban. Ukuran dari pertanggung jawaban itu jelas. Ukuran agama yang sesuai apa yang digariskan baik didalam Al Quran, Hadits, dan seluruh penjabaran para ulama itu. Kitapun diberi akal.
Andaikata didalam Al Quran belum ada detail, belum ada penjabaran secara terperinci. Maka akal pikiran kita diberikan kewenangan untuk memberikan atas sebuah masalah atau kasus yang harus kita fahami. Karena akal manusia yang salim, yang hati yang benar itu pasti dia akan melakukan pilihan dan pikiran yang baik didalam melakukan sebuah tindakan atau mengambil keputusan.