Sesungguhnya jika aku (berbuat) begitu, pasti aku berada dalam kesesatan yang nyata.
Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)-ku. ( QS Yasin : 23-25 )
Melansir dari Sindo yang mengutip laman Tafsir Al-Qura, ayat ini mengisahkan tentang ucapan pemuda mukmin yang disebutnya sebagai Habib an-Najjar.
Ia beriman kepada Allah SWT dan juga kepada para utusan, tujuannya hanyalah untuk meyakinkan kaumnya agar percaya dan beriman kepada Allah SWT.
Menurut Wahbah Zuhaili, dalam tafsir Al-Munir, kata ءَاَتَّخِذً adalah kata istifham yang menunjukkan keingkaran, kecaman, dan keengganan. Konteks ayat ini menegaskan pernyataan Habib yang berbicara dengan kaumnya;
“Aku tidak akan pernah menjadikan Tuhan selain Allah SWT apalagi sampai menyembahnya. Bagaimana mungkin aku melepas kehambahaanku dari Dzat yang berhak untukku sembah? Padahal, Dia-lah yang telah menciptakanku dan menjadikan fitrah kesucian (menyembah-Nya dari yang lain)."
"Sungguh itu tidaklah layak. Seandainya Dia (yang Maha Rahman) menghendaki kepadaku musibah, maka berhala-berhala itu tidak akan bisa menolongku. Karena sembahan itu tidak bekuasa atas sesuatu, tidak pula bisa memberi mudharat atau manfaat.”
Mengutip pendapat Thaba’thaba’i, ayat ini juga menjadi argumen untuk membantah kaum yang menyembah mahkluk-makhluk yang dekat dengan Allah SWT seperti malaikat, jin, dan orang-orang suci dengan harapan bahwa melalui perantara makhluk-makhluk itu, mereka bisa meraih kebajikan atau menangkis kemudharatan.
Sekalipun bisa memberi manfaat, maka itu adalah anugerah dari Allah SWT. Thaba’thba’i mengutip potongan QS Yunus: 3 yang berbunyi:
مَا مِنْ شَفِيْعٍ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ اِذْنِهٖۗ
Artinya: Tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya.