"Jujur aja, film Indonesia itu masih sulit go global karena keterbatasan bahasa, keterbukaan industri, dan perkembangan zaman yang serba digital. Negara lain lebih mengenal digital lebih lama. Contohnya di Korea, itu tahu Yotube premium lebih cepat, dan kita baru mau mengarah ke sana," ujar dia.
Sebab itu, Titan mengatakan, industri perfilman Indonesia perlu ada pembenahan. Salah satunya dari segi ekositem perfilman Indonesia. Apalagi, sejak pandemi Covid-19, jumlah layar bioskop di Indonesia semakin berkurang.
"Setelah pandemi, jumlah layar banyak berkurang. Tapi sekarang pelan-pelan mulai bangkit lagi, meskipun agak cukup berat," kata Titan.
Meski demikian, dia mengakui bahwa film-film Indonesia, baik yang komersil atau festival, tidak kalah saing dengan film-film Hollywood. Apalagi, sineas-sineas Tanah Air bisa mengangkat soal keragaman masalah, budaya, keunikan lokal, yang membuat film-film Indonesia mempunyai kekayaan dan kekhasan tersendiri.
Namun, industri film Indonesia memiliki kekurangan dari sisi para kreator film. Terutama dari sisi kekurangan modal, sehingga karya mereka tidak bisa mencapai potensi yang sesungguhnya.