Di tahun-tahun pertama, dia mengisahkan, sempat mengalami kurang modal sehingga harus menerima pesanan menjahit, serta memasarkan produk ready to wear ke Jakarta. Berangkat dari sana, dia terpikir untuk mulai menerima pesanan spesial atau lebih personal.
"Saya lahir dan dibesarkan dari keluarga yang nasionalis, berjiwa merah-putih. Ayah saya meski seorang keturunan, selalu menanamkan pikiran bahwa kita itu tinggal di Indonesia, dan akan ada di sini hingga akhir hayat. Jadi, berbuatlah sesuatu untuk Indonesia," kenangnya mengingat pesan sang ayah.
Dari situ dia menggali kreativitas dari perasaan tersebut. Rasa nasionalis dan merah-putih, yang pada akhirnya membuat dia memutuskan untuk mempopulerkan kebaya sebagai busana nasional Nusantara ke mata dunia.
Kebaya rancangannya berbeda. Tidak selalu mengikuti pakem, bahkan Ferry berani mendobrak 'ramuan autentik' kebaya dengan koleksi-koleksi kebaya yang dipadukan dengan fashion item lain yang lebih modern.
"Saya saat itu selalu berpikir ulang, bagaimana caranya agar kebaya bisa diterima secara universal. Dipakai oleh warga internasional, warga keturunan dari Belanda, China, bagaimana kebaya tersebut bisa dipakai secara global. Karena saya pikir, ini budaya yang bisa kita eksplor," kata dia.
Menurut desainer 47 tahun ini, kebaya tak cuma bisa dipadukan dengan kain batik. Tetapi bisa dengan fashion item mana pun yang nyaman dikenakan seperti celana jeans, rok, ataupun bikini sekalipun. Sebab sama halnya dengan batik, kebaya mesti dipopulerkan sebagai bagian dari busana Nasional yang memiliki nilai historis tersendiri.
Kini, kebaya rancangan seorang Ferry Sunarto telah sampai ke mata dunia lewat gelaran fashion show yang pernah dilakukan di berbagai negara. Mulai dari Russia, Jerman, hingga Bahrain.