Nuraeni belajar melukis langsung dari seorang pelukis yang dinggap para sejarawan seni sebagai salah satu bagian dari tiga sosok penting yang membentuk perkembangan seni lukis Indonesia, yaitu Sudjojono, Affandi, dan Hendra Gunawan. Lukisan-lukisan Nuraeni adalah imajinasi tentang sebuah bidang lukisan sebagai jendela, yang dipahami secara jelas dan langsung sebagai ruang dan dinding penjara yang memisahkan dirinya dengan realitas hidup yang dipahami masyarat secara umum.
Ruang dan dinding-dinding penjara memisahkan Nuraeni dari pemandangan tentang keluarga, teman-teman yang pernah dikenalnya, alam tatar Parahiyangan yang indah, atau realitas hidup keseharian mayarakat. Tidak semua orang diharuskan menjadi terbiasa menghidupi jeruji pemisah antara hidup yang dijalani dengan realitas bebas di luarnya.
Bagi Nuraeni sebagaimana juga guru melukisnya, penjara justru adalah perluasan dari manifestasi ‘rumah ke-diri-an’ atau ‘dunia-dalam’ yang memiliki jendela untuk melihat keluar, membayangkan bagaimana kebahagiaan hidup orang-orang biasa di luar sana. Dinding dan jendela penjara Kebon Waru adalah tapal batas yang memisahkan Nuraeni maupun sang guru untuk melihat pemandangan tentang kebahagiaan orang-orang biasa dalam keseharian hidup.
Rizki menuturkan sebagai sebuah pengalaman, Nuraeni tak hanya menerima ‘turunan’ format bentuk-bentuk dan cara-cara komposisional bidang gambar dari Hendra Gunawan, dia juga kemudian manafsirkannya menjadi cara membentuk dan mengkomposisikan bidang gambar berdasarkan dunia perasaan yang dialaminya.
Rizki menggarisbawahi, setidaknya ada dua hal penting yang bisa dikenali dalam ekspresi lukisan-lukisan yang dikerjakan Nuraeni hingga saat kini. Pertama, bentuk, warna-warna, dan komposisi bentuk yang dikerjakannya tidak terpisahkan dari kekuatan unsur rasa. Kedua, Seluruh ekspresi yang dinyatakan Nuraeni dilahirkan oleh semacam logika penciptaan khas yang muncul dari dimensi kenangan-kenangan (realm of memories) tentang hidup.
Pameran tunggal Penjara Hati Nuraeni HG dilaksanakan di Energy Buliding Jakarta, pada 14-16 Juni 2023. Sebanyak 11 karya yang dipilih kurator menjadi presentasi yang mewakili perjalanan hidupnya. Karya-karya itu di antaranya dibuat pada periode 1970, 1978,1982, 1983 dan 2003.