Sutradara wanita pertama di Indonesia yang memproduksi kedua film tersebut sempat mengalami kendala karena Jepang hampir sampai di Indonesia. Namun pada akhir 1941 hingga awal 1942, dua film ini berhasil diproduksi, bahkan berhasil tayang di bioskop.
Saat masa kependudukan Jepang pada tahun 1942-1945, Ratna dan Andjar Asmara membentuk grup sandiwara Angkatan Moeda Matahari, yang kemudian berganti nama menjadi Tjahaja Timoer.
Selain memiliki kemampuan berakting, Ratna juga lihai bernyanyi. Bahkan suaranya sempat direkam dan dimasukkan ke dalam piringan hitam label His Master’s Voice atau HMV yang beredar pada tahun 1942.
Ada empat lagu yang dinyanyikan olehnya di bawah label itu, diantaranya Tanah Airkoe Indonesia, Terang Boelan di Malaya, Nasib Perempoean, dan Sebatang Kara.
Proses rekamannya berlangsung di Studio HMV di Singapura pada tahun 1938. Ketika itu, Andjar menjabat sebagai manajer rekaman HMV perwakilan Indonesia.