GAZA, iNews.id - Perang Israel di Jalur Gaza telah berlangsung lebih dari 650 hari, meninggalkan kehancuran luar biasa dan krisis kemanusiaan paling parah dalam sejarah wilayah itu. Berdasarkan laporan Kantor Media Pemerinah Gaza, total kerugian ekonomi akibat agresi militer Israel telah mencapai 62 miliar dolar AS atau setara Rp1.012 triliun.
Angka itu mencerminkan dampak gabungan dari kehancuran infrastruktur, hilangnya sumber penghidupan, kelumpuhan sektor kesehatan dan pendidikan, serta runtuhnya aktivitas ekonomi secara menyeluruh.
Kota Mati: 88 Persen Wilayah Gaza Tak Layak Huni
Sejak awal serangan besar-besaran pada Oktober 2023, lebih dari 84.000 bangunan di Gaza, termasuk rumah warga, sekolah, rumah sakit, dan pasar, hancur total atau rusak berat.
Sekitar 88 persen wilayah Gaza kini dinyatakan tak layak huni, menurut data Kantor Media Pemerintah Gaza.
“Gaza berubah jadi gurun beton. Rumah-rumah jadi reruntuhan, sekolah jadi puing. Tak ada lagi yang bisa disebut kota,” ujar seorang relawan kemanusiaan dari LSM internasional.
Pertanian Lenyap, Ekonomi Gaza Lumpuh
Sektor pertanian yang dulunya menopang ekonomi Gaza juga tak luput dari kehancuran. Sekitar 92 persen dari lahan pertanian subur rusak parah atau tak bisa diakses.
Infrastruktur irigasi dihancurkan, dan tanah terkontaminasi limbah perang. Hasilnya, produksi pangan nyaris berhenti dan ketergantungan terhadap bantuan internasional meningkat tajam. Dari sektor pertanian saja, kerugian yang dialami warga Gaza mencapai 2,2 miliar dolar AS.
Tingkat pengangguran pun melonjak drastis, dengan lebih dari 60 persen populasi usia kerja kehilangan mata pencaharian.