NEW YORK, iNews.id – Dewan Keamanan PBB akan mengadakan pertemuan pertama tentang potensi ancaman kecerdasan buatan (AI) terhadap perdamaian dan keamanan internasional. Pertemuan tersebut diselenggarakan oleh Inggris selaku pemegang kepresidenan DK PBB untuk bulan ini.
Di satu sisi, Inggris menilai adanya potensi luar biasa pada pemanfaatan AI. Namun, di sisi lain London juga melihat ada risiko besar tentang kemungkinan penggunaan kecerdasan buatan itu untuk tujuan yang berbahaya, semisal perintah untuk pengaktifan senjata otonom ataupun mengendalikan senjata nuklir.
Pada Senin (3/7/2023), Utusan Tetap Inggris untuk PBB, Barbara Woodward, mengumumkan bahwa pertemuan bakal digelar pada 18 Juli. Rapat tersebut antara lain mencakup pengarahan oleh para pakar AI internasional dan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.
Bulan lalu, Guterres juga menyampaikan peringatannya akan risiko penyalahgunaan AI. “Ilmuwan dan pakar ini telah meminta dunia untuk bertindak, menyatakan AI sebagai ancaman eksistensial bagi umat manusia yang setara dengan risiko perang nuklir,” kata sekjen PBB itu.
Guterres mengumumkan rencana untuk membentuk semacam dewan penasihat kecerdasan buatan pada September nanti untuk mempersiapkan prakarsa yang dapat diambil oleh PBB. Guterres juga mengatakan, badan baru PBB yang menangani AI ke depan modelnya mungkin mirip dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang berbasis pengetahuan dan memiliki beberapa kekuatan regulasi.
Woodward mengatakan, Inggris ingin mendorong pendekatan multilateral untuk mengelola peluang besar dan risiko yang dimiliki kecerdasan buatan bagi umat manusia. “Ini akan membutuhkan upaya global,” tuturnya.
Dia menekankan, di satu sisi AI punya manfaat sangat besar. Beberapa manfaatnya antara lain dapat membantu program pembangunan PBB, meningkatkan operasi bantuan kemanusiaan, membantu operasi penjaga perdamaian, dan mendukung pencegahan konflik, termasuk dengan mengumpulkan dan menganalisis data. “Ini berpotensi membantu kita menutup kesenjangan antara negara berkembang dan negara maju,” tuturnya.
Akan tetapi, kata Woodward, sisi risiko AI juga menimbulkan pertanyaan keamanan serius yang juga harus ditangani.