Pada 2017, Turki melakukan amendemen UUD yang membuat negara itu beralih dari demokrasi parlementer ke sistem presidensial eksekutif, meski perubahan tersebut mendapat reaksi keras dari partai oposisi dan kalangan pengkritik pemerintah.
Erdogan sendiri terpilih sebagai presiden di bawah sistem baru itu pada 2018, dengan kekuatan eksekutif luas yang digambarkan oleh partai-partai oposisi sebagai “rezim tunggal”.
AKP dan sekutunya, Partai Gerakan Nasionalis (MHP), membela sistem tersebut. Mereka kala itu mengatakan, sistem presidensial dapat menciptakan aparatur negara yang ramping.