Hamas menyampaikan pandangan kepada Jihad Islam mengenai perkembangan lapangan dan politik di Palestina, khususnya operasi Badai Al Aqsa.
“Konsultasi diadakan mengenai inisiatif untuk mengakhiri agresi di Gaza, menekankan bahwa proposal gencatan senjata baru didasarkan pada premis bahwa setiap negosiasi harus mengarah pada penghentian agresi,” bunyi pernyataan Jihad Islam.
Haniya juga menjalin komunikasi dengan kelompok perlawanan lain, Front Populer. Dalam pertemuan dengan Wakil Sekjen Jameel Mezher mereka sepakat meninjau perkembangan operasi Badao Al Aqsa dan mengadakan konsultasi mengenai proposal baru yang dihasilkan dari Perjanjian Paris.
Pernyataan tersebut menegaskan kembali sikap faksi-faksi perlawanan, menekankan perlunya negosiasi yang mengarah pada penghentian total agresi, penarikan tentara Israel dari Gaza, pemulangan pengungsi, pencabutan blokade, rekonstruksi, serta masuknya bantuan kebutuhan hidup.
Haniya dan Mezher sepakat operasi Badai Al Aqsa berada dalam konteks pertempuran untuk pembebasan, mengalahkan penjajah, mendirikan negara Palestina merdeka dengan ibu kotanya Yerusalem, serta menegaskan hak untuk kembali ke tanah yang dirampas sesuai keputusan internasional yang sesuai serta hukum humaniter internasional.
Haniya juga menegaskan Hamas menerima usulan yang dibahas dalam pertemuan Paris serta menerima undangan untuk mengunjungi Kairo, Mesir, guna membahas perjanjian tersebut.