TEL AVIV, iNews.id - Keputusan Kabinet Keamanan Israel untuk mencaplok atau menduduki Kota Gaza menuai gelombang kritik, bahkan dari lingkaran militer dan oposisi dalam negeri. Langkah ini dinilai bukan hanya berisiko besar terhadap nyawa tentara dan sandera, tapi juga persis seperti skenario yang diinginkan Hamas, menyeret Israel dalam perang panjang tanpa ujung.
Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Eyal Zamir dilaporkan membangkang terhadap keputusan tersebut. Menurut stasiun televisi pemerintah KAN, Zamir menolak perintah pendudukan karena dikhawatirkan akan membahayakan sekitar 20 sandera Israel yang masih ditahan di Gaza.
Selain itu, operasi ini diprediksi menguras sumber daya militer secara masif dan merusak legitimasi Israel di mata dunia.
Kritik dari Dalam Negeri
Pemimpin oposisi Yair Lapid tak segan menyebut pencaplokan Gaza sebagai “malapetaka” yang akan memicu bencana beruntun. Ia menuding Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich sebagai pihak yang mendorong Netanyahu masuk ke jalur berbahaya ini.
Menurut Lapid, strategi itu akan berlangsung berbulan-bulan, menelan nyawa sandera dan tentara, membebani keuangan negara hingga puluhan miliar dolar, dan menciptakan krisis diplomatik yang serius.
“Inilah yang diinginkan Hamas, Israel terjebak di wilayah itu tanpa tujuan, tanpa menentukan gambaran hari esok, dalam pendudukan sia-sia yang tak seorang pun mengerti arahnya,” kata Lapid.
Lima Tuntutan Israel
Meski banjir kritik, Kabinet Keamanan Israel tetap memutuskan lima prinsip yang menjadi dasar akhir perang di Gaza: