Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Senin (13/7/2020) malam, Kantor Penghubung Pemerintah China menyebut konvensi atau pemilihan pendahuluan oleh kelompok oposisi sebagai “provokasi serius terhadap sistem pemilu” di Hong Kong saat ini. Kantor itu pun menunjuk hidung Benny Tai, salah satu aktivis prodemokrasi terkemuka di Hong Kong, sebagai dalang dari provokasi tersebut.
“Tujuan geng Benny Tai dan kubu oposisi adalah merebut kekuasaan untuk memerintah Hong Kong, dengan upaya sia-sia untuk meluncurkan ‘revolusi warna’ versi Hong Kong,” ungkap Kantor Penghubung Pemerintah China, dikutip AFP, Rabu (15/7/2020).
Revolusi warna adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai gerakan protes populer di seluruh dunia, dengan tujuan menggulingkan pemerintahan. Ironisnya, negara China yang ada sekarang—dengan nama resmi Republik Rakyat China (RRC)—sejatinya adalah negara yang dibangun dengan kekuatan revolusi.
Benny Tai yang juga seorang profesor hukum, sebelumnya telah dipenjara karena keterlibatannya dalam protes damai prodemokrasi pada 2014. Pada Selasa (14/7/2020) kemarin, surat kabar Apple Daily menerbitkan tulisan kolom Tai yang berisi pujian terhadap pemilihan pendahuluan oleh partai prodemokrasi.
“Ancaman dari yang kuat (maksudnya ancaman dari Beijing—red) tidak menghalangi puluhan ribu warga untuk keluar dan memberikan suara (kepada oposisi),” tulisnya.
“Mereka tidak menyerah pada tekad mereka untuk mengejar demokrasi dan hak pilih yang universal.”