“Mereka melihat banyak orang yang berjuang mendapatkan makanan, atau melihat anak-anak berebut sisa makanan untuk diberikan kepada keluarga mereka,” katanya.
“Hati nurani mereka teriris menyaksikan kejadian yang tidak akan bisa mereka lupakan dalam hidup mereka,” ujarnya lagi, mengisahkan kembali pengalaman para relawan medis.
Dia menambahkan sektor medis di Gaza sangat kewalahan karena jumlah korban terus bertambah, sementara obat-obatan dan peralatan tak ada pasokan. Selain itu jumlah petugas medis juga tak sebanding dengan para korban.
“Mereka menangani korban perang dengan luka bakar traumatis dan banyak pasien yang harus diamputasi,” katanya.
Tim MER-C ini merupakan bagian dari pengerahan darurat petugas medis yang dipimpin oleh WHO. Petugas yang dikirim tak hanya dari Indonesia melainkan negara-negara anggota WHO.
Dokter yang dibutuhkan adalah spesialis bedah tulang atau ortopedi dan perawat bedah untuk membantu penanganan korban serangan Israel.
Serangan Israel ke Gaza sejak 7 Oktober menewaskan lebih dari 32.500 orang dan melukai 74.000 lainnya. Selain itu lebih dari 1 juta orang berada dalam risiko kelaparan akibat blokade bantuan oleh Israel.