MOSKOW, iNews.id - Jebolnya Bendungan Kakhovka di Kherson, Ukraina, memicu kekhawatiran baru. Bukan saja dampak dari banjir, air bendungan kemungkinan mencabut ranjau yang ditanam kemudian membawanya ke area permukiman dan lahan pertanian sehingga membahayakan warga sipil.
Sebagian besar dari 600 km persegi area yang terendam banjir adalah wilayah yang dikuasai Rusia, yakni di pinggiran Sungai Dnipro.
Bendungan peninggalan era Uni Soviet yang juga berfungsi sebagai PLTA itu jebol setelah diledakkan pada Selasa lalu. Ukraina dan Rusia saling tuduh sebagai pelakunya. Air tumpah menggenangi zona perang. Ranjau-ranjau darat yang ditanam di beberapa lokasi bisa saja tercabut dari tanah, membahayakan nyawa puluhan ribu orang.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menuduh Rusia sengaja meledakkan bendungan itu sebagai upaya untuk menghambat serangan pembalasan ke wilayah yang diduduki. Sebaliknya, Rusia menyalahkan Ukraina dengan alasan untuk mengganggu pasokan air ke Krimea serta mengalihkan perhatian dari kegagalan dalam serangan pembalasan.
Lepas dari itu, Komite Palang Merah Internasional menyatakan air bendungan kemungkinan menyapu ranjau darat yang tak terhitung jumlahnya. Ranjau-ranjau itu ditanam selama perang yang sudah berlangsung 15 bulan oleh kedua pihak.
Kepala Unit Kontaminasi Senjata Komite Palang Merah Internasional Erik Tollefsen mengatakan, ranjau-ranjau itu mungkin masih berada di tempatnya, tapi bisa juga terjebak di lumpur sungai, lahan pertanian, atau tersebar ke area lebih luas.
"Sebelum ini, kita tahu di mana (zona) bahayanya. Sekarang kita tidak tahu. Yang kita tahu adalah mereka ada di hilir," kata Tollefsen, dikutip dari Reuters, Kamis (8/6/2023).
Dia mencontohkan temuan ranjau bekas Perang Dunia II di dasar sungai di Denmark pada 2015. Ranjau-ranjau itu masih aktif meski sudah berusia tua.