OTTAWA, iNews.id - Google menguji coba pemblokiran konten berita di Kanada sebagai respons atas desakan pemerintah negara itu. Kanada sebelumnya memaksa perusahaan raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) tersebut untuk membayar kepada penyedia konten berita.
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menilai, keputusan Google tersebut sebagai kesalahan besar. Dia menegaskan pemblokiran berita oleh Google di Kanada cukup mengganggunya. Trudeau menyayangkan Google lebih memilih memblokir konten berita ketimbang membayar media penyedia konten berita.
"Sangat mengejutkan Google memutuskan lebih suka mencegah orang Kanada mengakses berita daripada sungguh-sungguh membayar jurnalis atas pekerjaan yang mereka lakukan," katanya, pada Sabtu lalu.
"Saya kira ini kesalahan besar dan saya tahu warga Kanada mengharapkan jurnalis dibayar dengan layak untuk pekerjaan mereka," katanya, lagi.
Google pekan ini menguji coba pemblokiran akses ke konten berita terhadap beberapa pengguna di Kanada. Langkah itu diambil sebagai tanggapan atas "Undang-Undang Berita Online" yang diusulkan pemerintahan Trudeau. UU itu kemungkinan segera disahkan.
Sejauh ini belum ada tanggapan dari Google.
UU ini diperkenalkan pemerintahan Trudeau pada Desember 2022. Perusahaan platform media sosial atau yang mengambil konten berita dari media massa, seperti Facebook dan Google, diharuskan menegosiasikan kesepakatan komersial dengan perusahaan media.
Facebook juga telah merespons rancangan UU itu dan menyampaikan keprihatinan. Perusahaan media sosial milik Mark Zuckerberg itu kemungkinan juga akan memblokir konten berita di platformnya.
Aturan serupa juga dibuat Australia dan Indonesia. Australia mengesahkan UU tersebut pada 2021 yang memicu ancaman dari Google dan Facebook yang akan membatasi layanan. Kedua perusahaan akhirnya mencapai kesepakatan dengan perusahaan media Australia setelah beberapa perubahan pada UU.
Presiden Joko Widodo (Jokowi), saat peringatan Hari Pers Nasional pada awal Februari, juga menawarkan regulasi Publisher Rights untuk disahkan menjadi undang-undang (UU) baru, merevisi UU lama, atau Peraturan Pemerintah (PP).
"Ada beberapa pilihan yang mungkin bisa segera kita putuskan, apakah segera mendorong undang-undang baru atau yang kedua merevisi undang-undang yang lama atau paling cepat adalah dengan Peraturan Pemerintah," kata Presiden Jokowi.