Menurut dia, AS sudah mencoba cara lain untuk menggagalkan Iran dari kepemilikan senjata nuklir. Namun cara itu justru menjadi bumerang.
“Kami telah mencoba proposisi lain, menarik diri dari perjanjian dan mencoba memberikan lebih banyak tekanan,” katanya.
Hasilnya, lanjut dia, waktu bagi Iran untuk mengembangkan bom nuklir kini hanya hitungan pekan. Ini jauh berbeda jika Iran tetap pada kesepakatan JCPOA yakni butuh wakti lebih dari setahun untuk bisa memiliki senjata nuklir.
AS menarik diri dari JCPOA pada 2018 atau di masa pemerintahan Donald Trump. Setelah itu AS menjatuhkan sanksi besar-besaran terhadap Iran, termasuk mencegah negara lain untuk membeli minyak Iran.
Iran pun geram kemudian keluar dari poin-poin kesepakatan termasuk tak lagi taat pada ambang batas soal pengayaan uranium.
Sementara itu pemerintahan Joe Biden yang terlibat lebih dari setahun dalam pembicaraan tidak langsung di Wina, Austria, guna menghidupkan kembali JCPOA berjanji akan melonggarkan sanksi sebagai imbalan atas pembatasan nuklirnya.
Ada kemajuan berarti dalam pembicaraan tersebut. Pejabat AS dan Iran telah menyepakati sebagian besar poin. Di antara beberapa permintaan Iran terhadap AS adalah Biden menghapus Garda Revousi Islam Iran dari daftar organisasi teroris sebagaimana dibuat oleh pemerintahan Trump.