TEL AVIV, iNews.id - Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mengumumkan rencana untuk membangun permukiman Yahudi baru di Betlehem, Tepi Barat bagian selatan. Lokasi itu merupakan tanah Palestina yang dirampas oleh pemerintahan Zionis.
Tujuannya, pemerintah Israel ingin menghubungkan permukiman ilegal Gush Etzion dengan Yerusalem. Smotrich mengatakan, menghubungkan Gush Etzion dengan Yerusalem merupakan tugas nasional. Permukiman baru yang akan diberi nama Nahal Heletz itu akan berlokasi di dalam Gush Etzion.
Pemerintahan Israel juga mendeklarasikan secara sepihak pembuatan 'Garis Biru', perbatasan yang menentukan wilayah permukiman sebagai tanah Israel, meskipun sebenarnya milik Palestina.
LSM Israel Peace Now menjelaskan, Garis Biru harus diperbarui sebelum rencana pembangunan permuliman ilegal disetujui. Berdasarkan pengalaman masa lalu, sangat mungkin tanah di luar Garis Biru dimasukkan dalam permukiman kemudian warga Palestina dilarang memasuki area itu.
Parahnya, sebagian area permukiman baru yang juga diumumkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu itu masuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO. Ini jelas-jelas bertentangan dengan Konvensi UNESCO yang seharusnya juga ditaati oleh Israel.
Menurut Peace Now, permukiman baru di Nahal Heletz akan menciptakan area terisolasi jauh di dalam wilayah Palestina. Kondisi itu hampir pasti akan meningkatkan ketegangan antara pemukim Yahudi ilegal dengan warga Palestina, termasuk dengan pemeluk Kristen.
“Israel menghancurkan salah satu benteng Kristen terakhir di Tepi Barat, tempat saya memilih untuk tinggal sambil meneliti keberadaan Palestina di Holy Land. Ini adalah sejarah kuno yang luar biasa. Tempat lahirnya agama Kristen dan orang-orang di sini adalah keturunan orang Kristen sejak masa Yesus Kristus. Mengapa tidak ada yang melaporkan hal ini?” kata sejarawan William Dalrymple, dikutip dari Anadolu.
Dalrymple melanjutkan, pemukim Israel mencoba merebut wilayah itu, namun mendapat perlawanan dari warga Palestina.
"Ini adalah salah satu desa Kristen terakhir di wilayah tersebut," ujarnya.
Data yang dirilis otoritas kependudukan Pemerintah Otoritas Palestina, populasi Kristen di Palestina menurun dari kisaran 70.000 pada 1922, menjadi sekitar 47.000 pada 2017.