BANGKOK, iNews.id - Pernyataan mengejutkan datang dari Penjabat Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, yang memperingatkan bahwa konflik militer dengan Kamboja bisa berubah menjadi perang skala penuh.
Ketegangan bersenjata yang terjadi di perbatasan kedua negara kini tak lagi bisa dianggap remeh. Situasi ini bukan hanya mengguncang Asia Tenggara, tetapi juga berpotensi menyeret dua kekuatan besar dunia: Amerika Serikat dan China.
Thailand-Kamboja di Ambang Perang
Konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja telah meningkat drastis sejak Kamis (24/7/2025). Serangan udara, tembakan artileri, penggunaan tank, peluncur roket BM-21 Grad, hingga drone militer dari kedua pihak memperlihatkan bahwa ini bukan sekadar bentrokan perbatasan biasa.
Pihak militer Thailand bahkan mengklaim telah menewaskan sekitar 100 tentara Kamboja di wilayah Phu Phi. Namun, hingga belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Kamboja atas klaim tersebut.
Pusat perhatian kini tertuju pada kawasan kuil kuno Ta Muen Thom, situs warisan budaya yang telah lama menjadi sumber ketegangan historis antara kedua negara.
Posisi AS dan China: Diam atau Turun Tangan?
Ketegangan ini tak bisa dilepaskan dari rivalitas geopolitik dua negara besar: Amerika Serikat dan China. Kedua negara memiliki kepentingan strategis di Asia Tenggara, dan hubungan mereka dengan Thailand serta Kamboja menjadi sangat menentukan dalam eskalasi konflik ini.
Amerika Serikat merupakan sekutu militer lama Thailand dan secara historis menjalin kerja sama erat melalui berbagai perjanjian pertahanan, termasuk latihan militer tahunan seperti Cobra Gold.
China, di sisi lain, adalah mitra terdekat Kamboja dalam bidang ekonomi dan pertahanan. Kedekatan itu makin kentara sejak Kamboja memberikan akses eksklusif kepada Angkatan Laut China di pangkalan Ream, Teluk Thailand.