JAKARTA, iNews.id – Presiden AS Joe Biden sejak Rabu (13/7/2022) resmi memulai rangkaian kunjungannya ke Timur Tengah, termasuk ke Israel dan Arab Saudi. Ini menjadi perjalanan pertama Biden ke kawasan tersebut sebagai presiden AS.
Dalam kunjungannya selama tiga hari itu, Biden akan bertemu Perdana Menteri Israel Yair Lapid, Presiden Uni Emirat Arab Muhammad bin Zayed, dan Pemimpin Palestina Mahmoud Abbas.
Tak hanya itu, Biden akan terbang langsung ke Arab Saudi dari Israel. Dia menyebut penerbangan tersebut bakal menjadi bagian dari “simbol kecil dari hubungan yang sedang berkembang” antara Riyadh dan Tel Aviv.
Kunjungan Biden ke Saudi menuai pro dan kontra. Di kalangan progresif Amerika, tur sang presiden ke negara Arab itu dianggap menyakitkan. Alih-alih bersikap ramah dengan Riyadh, mereka justru ingin Biden mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Saudi, terutama atas keterlibatannya dalam perang di Yaman.
Ditambah lagi dengan ingatan publik akan kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi, yang membuat para aktivis HAM di Barat makin menyayangkan perjalanan Biden ke Saudi.
Soal Khashoggi, Biden sendiri pernah mengumbar janji pada masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2020. Kala itu, dia mengatakan bakal menjadikan Saudi “negara paria” alias negara kasta paling rendah, karena pembunuhan wartawan tersebut.
“Kami sungguh-sungguh (akan) membuat mereka (Saudi) membayar harganya (pembunuhan Khashoggi), dan membuat mereka menjadi (negara) paria dalam arti sebenarnya,” kata Biden dalam debat akhir dengan sesama pesaing utama capres Partai Demokrat, tiga tahun silam.
Namun, kini sikap yang ditunjukkan kepala negara AS itu beda lagi. Dia ingin menunjukkan sikap lebih bersahabat dengan Riyadh, tak sama dengan ketika dia masih berstatus kandidat presiden AS yang dengan begitu percaya diri mengobral janji untuk membuat Saudi menjadi negara yang hina dina.