NAMA Sinovac boleh jadi tidak setenar Sinopharm dalam tataran penelitian dan pengembangan vaksin yang menjadi solusi dalam mengatasi pandemi Covid-19. Padahal, keduanya menggunakan metode yang sama.
Baik vaksin Sinovac maupun Sinopharm, cara kerjanya sama-sama melemahkan virus (inaktif) yang kemudian partikelnya dipakai untuk membangkitkan imun tubuh. Tujuannya adalah agar sistem kekebalan tubuh penerima vaksin bisa mengenali virus penyebab Covid-19, tanpa harus menghadapi risiko infeksi serius.
Sinovac Biotech Ltd masih berada di bawah bayang-bayang kemasyhuran Sinopharm Group Co Ltd. Apalagi Sinopharm yang berbadan hukum BUMN itu telah mengantongi izin edar vaksin secara terbatas dari otoritas obat-obatan China per 30 Desember 2020 setelah dinyatakan aman dengan tingkat efikasi (efektivitas) yang mencapai 79,34 persen.
Dominasi Sinopharm pun sejak saat itu makin meluas di wilayah China, daratan berpenduduk 1,4 miliar jiwa itu. Apalagi sebelum izin keluar, raksasa farmasi Tiongkok itu telah melakukan simulasi distribusi ke 31 provinsi di negeri tirai bambu.
Penggunaan vaksin corona Sinopharm di beberapa kota besar di China pun masif, meskipun secara terbatas hanya pada sembilan kelompok masyarakat berisiko tinggi. Beberapa kelompok berisiko tinggi itu antara lain petugas inspeksi barang beku impor bea cukai, operator transportasi publik, serta warga setempat yang hendak bepergian ke luar negeri untuk tujuan bekerja atau belajar.
Setelah mendapatkan kepercayaan luas di China, Sinopharm yang memiliki dua laboratorium biosecurity di Wuhan dan Beijing itu kemudian berupaya meningkatkan kapasitas produksinya dari 12 juta dosis menjadi 1 miliar dosis dalam satu tahun.
Sementara, Sinovac masih belum mengantongi izin edar di China (setidaknya sampai tulisan ini diturunkan), karena harus menunggu hasil uji klinis tahap ketiga di Brasil, Turki, dan Indonesia. Walau begitu Sinovac juga telah digunakan secara terbatas untuk keperluan darurat di tiga kota di Provinsi Zhejiang, yakni Yiwu, Jiaxing, dan Shaoxing.