Dalam hal kerja sama di bidang sosial budaya, Dukwana menyambut baik dan meminta agar KJRI Cape Town dapat menyampaikan rincian informasi beasiswa yang tersedia dari Indonesia.
Konjen RI dan gubernur Free State mengharapkan tim teknis kedua belah pihak dapat saling berkoordinasi untuk mempersiapkan langkah-langkah konkrit guna merealisasikan usulan kerjasama tersebut. Hal ini akan menjadi salah satu deliverables yang baik dalam memperingati 30 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Afsel.
Hubungan sosial budaya dan kesejarahan kedua bangsa telah berlangsung lama sejak tahun 1600-an. Pada masa itu, banyak ulama dan para pejuang nusantara ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda ke Afsel. Persatuan Perusahaan Hindia Timur alias Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VoC) menjadikan Tanjung Harapan (Cape of Good Hope) di Afrika Selatan sebagai pos perdagangan dan perbekalan kapal-kapal mereka yang berlayar melalui rute Eropa-Hindia Belanda (Indonesia).
VoC juga menjadikan Afrika Selatan sebagai lokasi pengasingan musuh-musuh politik dari wilayah koloni seperti India, Indonesia, dan Sri Lanka. Pada 1700-an, VoC membawa musuh politik, narapidana dan budak dari India, Indonesia, dan negara lain ke Tanjung Harapan untuk diasingkan atau dipekerjakan di sana.
Setelah selesai menjalani masa hukuman para ulama pejuang yang diasingkan sebagian ada yang kembali ke tanah air namun banyak pula yang menetap. Mereka kemudian memperkenalkan dan menyebarkan agama Islam di Afrika Selatan.
Sejarah juga menunjukkan banyak ulama dan pendatang muslim Indonesia yang menjadi bagian perjuangan Afrika Selatan melawan kolonialisme, di antaranya yang paling dikenal masyarakat Afrika Selatan adalah Syekh Yusuf Al Makassari Al Bantani dan Abdullah bin Qadhi Abdussalam, yang diasingkan ke Afrika Selatan.
Selain itu, tercatat Pangeran Madura (Pangeran Chakra Deningrat) yang gugur dan dimakamkan di pulau Roben pada 1754. Pulau ini menjadi tempat pemimpin Afsel Nelson Mandela dipenjara selama 18 tahun.