KUALA LUMPUR, iNews.id - Pemerintah Malaysia membantah keras tuduhan mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad bahwa Perjanjian Perdagangan Timbal Balik (ART) dengan Amerika Serikat (AS) dapat menghapus atau meminggirkan hak-hak kaum bumiputera, sebutan untuk kaum pribumi Melayu. Kritik Mahathir, yang diikuti laporan polisi terhadap Perdana Menteri Anwar Ibrahim, dinilai tidak berdasar dan keliru menafsirkan isi perjanjian.
Perjanjian ART ditandatangani oleh Anwar dan Presiden AS Donald Trump pada 26 Oktober 2025 di sela KTT ASEAN. Namun Mahathir menilai penandatanganan itu tidak sah karena dianggap tak melalui persetujuan empat entitas negara: Yang di-Pertuan Agong, Dewan Rakyat, Dewan Penguasa, dan eksekutif pemerintahan.
Selain menggugat keabsahan perjanjian, Mahathir turut memperingatkan bahwa ART berpotensi menggerus hak istimewa bumiputera dalam perdagangan dan kebijakan pemerintah.
Pemerintah Tegas Membantah: Hak Bumiputera Tidak Tersentuh
Menteri Investasi Perdagangan dan Industri Tengku Zafrul Aziz langsung merespons tuduhan tersebut. Dia menegaskan, ART sama sekali tidak menghapus keistimewaan bumiputera dan tidak pula memberikan hak istimewa setara kepada perusahaan-perusahaan AS.
“Tuduhan bahwa kesepakatan ini menghapus keistimewaan bumiputera tidak benar,” ujarnya.
Zafrul bahkan menantang Mahathir untuk menunjukkan bagian mana dari perjanjian yang diklaim menyerahkan hak istimewa bumiputera kepada pihak AS.
Menurut dia, Mahathir keliru menafsirkan Pasal 6.2, yang disebut-sebut mengharuskan perusahaan milik pemerintah mengambil keputusan semata-mata berdasarkan pertimbangan komersial. Zafrul menegaskan pasal itu tidak bermaksud meniadakan kebijakan pro-bumiputera, melainkan memastikan transparansi dan praktik bisnis yang sehat.