KUALA LUMPUR, iNews.id - Mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad melaporkan PM saat ini, Anwar Ibrahim, ke polisi, Selasa (2/12/2025), terkait Perjanjian Perdagangan Timbal Balik (ART) dengan Amerika Serikat (AS). Anwar meneken kesepakatan dagang tersebut bersama Presiden Donald Trump di sela KTT ASEAN 2025 pada 26 Oktober lalu.
Menurut Mahathir, Anwar meneken perjanjian tersebut tanpa meminta persetujuan atau tidak mendapat mandat untuk mewakili federasi Malaysia.
“Perjanjian itu tidak sah karena dia (Anwar) bukan satu-satunya perwakilan federasi. Perjanjian semacam itu seharusnya memerlukan persetujuan dari empat entitas utama, Yang di-Pertuan Agong, Dewan Rakyat, Dewan Penguasa, serta eksekutif (pemerintah),” kata Mahathir, seperti dikutip dari The Star.
Mahathir melanjutkan, persetujuan dari keempat pihak tidak diperoleh, sehingga perjanjian tersebut tidak konstitusional.
Pria yang sudah menginjak usia seabad itu juga mempertanyakan klausul dalam perjanjian karena tidak pernah diungkap ke publik. Meski demikian Mahathir mengaku sudah mengetahui poin-poin penting yang juga menjadi kekhawatirannya.
“Dokumen perjanjian itu setebal 400 halaman, tapi tidak pernah diungkap ke publik. Ada banyak klausul yang menyatakan kekuasaan negara kita diserahkan kepada Amerika Serikat, yang mengharuskan kita untuk merujuk tindakan kepada mereka dan memungkinkan mereka untuk menentukan apa yang bisa atau tidak bisa dilakukan,” ujarnya.
Mengomentari status dan posisi bumiputera, sebutan untuk orang pribumi dan Melayu dan, dalam perjanjian tersebut, Mahathir mengungkap tidak disebutkan secara langsung dalam klausul.
“Dalam perjanjian ini, semua hak istimewa bumiputera tidak bisa diberlakukan pada barang atau perdagangan Amerika. Ini berarti kekuasaan AS mengesampingkan hak istimewa bumiputera, dan manfaat apa pun yang diberikan kepada bumiputera juga harus diberikan kepada AS,” tuturnya.
Mahathir mendesak polisi untuk menyelidiki apakah Anwar melanggar hukum negara dan Konstitusi atau tidak.