Menurut Cakir, ide ini terinspirasi dari zaman kekhalifahan Turki Utsmani di mana beramal zariah atau disebut ‘batu amal’ menjadi budaya. Saat itu ada batu tempat orang-orang kaya meletakkan barang yang mereka sumbangkan, lalu orang yang membutuhkan akan mengambilnya.
Batu itu menjadi simbol penghubung orang kaya dan miskin. Tidak hanya itu, cara ini tetap mejaga martabat orang yang mengambil bantuan tersebut.
Mereka yang membutuhkan hanya mengambil sejumlah yang dibutuhkan dan meninggalkan sisanya untuk orang lain.
"Dengan inspirasi dari budaya 'batu amal' nenek moyang, kami memutuskan untuk mengisi rak di masjid berasal dari bantuan saudara-saudara kami," tuturnya.
Cakir menggantung papan di dinding masjid yang bisa diisi warga, apa barang yang mereka butuhkan. Di situ mereka juga meninggalkan nomor telepon.