Olivia Gibson, seorang analis intelijen dari London Politica, mencatat bahwa pejuang dari Chechnya telah terlibat dalam konflik langsung maupun proksi melawan Rusia selama waktu yang lama dan memiliki sejarah yang kompleks. Pada dekade 1990-an, bangsa Chechnya memperjuangkan kemerdekaannya dari Rusia—dalam peristiwa yang dikenal sebagai Perang Chechnya I—yang berlangsung dari tahun 1994 hingga 1996. Selama konflik ini, para pejuang Chechnya di bawah komando pemimpin separatis Dzhokhar Dudayev, menggunakan taktik perang gerilya melawan militer Rusia. Meskipun perang berakhir dengan gencatan senjata, ketegangan di Chechnya tetap tinggi pada waktu itu.
Pada 1999, pecahlah Perang Chechnya II. Konflik ini semakin intens ketika pasukan Rusia menggunakan senjata berat untuk menghancurkan gerakan separatis. Para pejuang Chechnya menanggapi eskalasi tersebut dengan aksi bom bunuh diri, pembunuhan, dan kekerasan lainnya.
Pada musim gugur 1999, Akhmad Kadyrov (ayah dari Ramzan Kadyrov)–salah satu tokoh terkemuka dalam gerakan perlawanan Chechnya terhadap Rusia–memutuskan untuk menghentikan pemberontakan. Dia lantas menawarkan dukungannya kepada pasukan federal Rusia dalam Perang Chechnya Kedua.
Ilmuwan politik James Hughes berpendapat, keputusan Kadyrov untuk berubah haluan kala itu sebagian mungkin dimotivasi oleh ambisi pribadinya untuk menjadi penguasa Chechnya. Sementara sebagian lagi mungkin didorong oleh keprihatinannya akan kondisi penduduk di tanah airnya yang semakin putus asa, ditambah lagi ketakutan akan meluasnya pengaruh Wahabisme sektarian yang tumbuh subur selama pemberontakan.
Meskipun Perang Chechnya II secara resmi berakhir pada 2009, kekerasan dan ketidakstabilan terus berlanjut di wilayah tersebut. Para pejuang dari Chechnya juga berperan penting dalam konflik dan pemberontakan di tempat lain, seperti Suriah dan Irak. Meskipun motivasi mereka untuk terlibat dalam operasi militer global ini sangat kompleks, sering kali dapat dilacak kembali ke keinginan untuk membebaskan diri dari pengaruh imperialis Rusia, menyebarkan paham fundamentalisme Islam, dan mendapatkan otonomi untuk Republik Ichkeria (Chechnya).
Kini, tampuk kekuasaan Chechnya dilanjutkan oleh Ramzan Kadyrov, putra dari Akhmad Kadyrov. Saat perang Rusia-Ukraina pecah, Ramzan Kadyrov memang secara aktif terlibat dalam konflik itu. Dia mengirimkan pasukan Chechnya untuk berperang bersama Rusia melawan Ukraina.
Akan tetapi, ada pula sejumlah orang Chechnya yang berjuang bersama Ukraina di medan perang. Mereka yang mengambil sikap melawan Rusia itu tergabung dalam Batalion Sheikh Mansur. Di mata mereka, Kadyrov adalah seorang pengkhianat yang membelot pada saat berlangsungnya Perang Chechnya II.