JAKARTA, iNews.id – Belakangan ini, nama Pasukan Khusus Chechnya, Akhmat, menjadi topik yang ramai diperbincangkan di seputar konflik Rusia-Ukraina. Pasukan militer ini disebut-sebut menggantikan posisi pasukan Grup Wagner pimpinan Yevgeny Prigozhin, setelah kelompok tentara bayaran itu memberontak terhadap pemimpin militer Rusia, Juni lalu.
Sepak terjang militer Chechnya dalam konflik di Ukraina punya cerita menarik sendiri. Pasukan Akhmat yang dipimpin Ramzan Kadyrov bukan satu-satunya entitas Chechnya yang terlibat dalam perang itu. Ada pasukan lain yang juga mengambil bagian dalam pertempuran tersebut, yaitu Batalion Sheikh Mansur.
Berbeda dengan Pasukan Khusus Akhmat yang pro-Rusia, Batalion Sheikh Mansur justru berada di pihak Ukraina dan bertempur melawan pasukan Moskow. Komandan Batalion Sheikh Mansur, Mansur (hanya kebetulan bernama sama dengan kelompoknya—red), pernah menyebut Ramzan Kadyrov sebagai pengkhianat yang telah dibeli Presiden Rusia, Vladimir Putin. Hal itu diungkapkannya dalam sebuah wawancara dengan Alarabiyah, tahun lalu.
“Putin sebenarnya telah membeli Kadyrov. Dia memberinya makanan mewah, lalu memerintahkannya untuk pergi dan menyerang Ukraina,” ujar Mansur kala itu.
Sebagian pembaca mungkin bertanya-tanya, mengapa sesama orang Chechnya bisa berlawanan satu sama lain dalam konflik Ukraina?
Keterlibatan para pejuang dari Chechnya dalam konflik di berbagai belahan dunia telah menimbulkan keprihatinan dan kontroversi di kalangan Barat selama bertahun-tahun. Mereka memiliki komitmen yang teguh untuk melawan dan menghancurkan Rusia.
Pada saat ini, terutama setelah pecahnya konflik antara Rusia dan Ukraina sejak 2014, sejumlah individu dari Chechnya telah ikut serta sebagai kekuatan tambahan bagi militer Ukraina dalam melawan Rusia. Partisipasi mereka memiliki dampak yang signifikan bukan hanya pada konflik langsung itu sendiri, tetapi juga pada wilayah yang lebih luas dan pada dunia secara keseluruhan.