Selama bertahun-tahun, Iran telah menjadi salah satu negara yang rutin diawasi IAEA, terutama sejak krisis nuklir pada awal 2000-an.
Meski sempat menjalin kerja sama erat lewat kesepakatan nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) pada 2015, hubungan Iran dan IAEA mulai memburuk setelah Amerika Serikat (AS) keluar dari perjanjian tersebut pada 2018 dan kembali memberlakukan sanksi. JCPOA diteken oleh negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman.
Kemarahan Iran terhadap IAEA memuncak setelah laporan-laporan badan tersebut dinilai provokatif, memublikasikan temuan tentang peningkatan level pengayaan uranium Iran yang melebihi ambang batas JCPOA.
Iran menilai laporan itu menjadi dalih bagi Israel untuk melancarkan serangan militer terhadap fasilitas nuklir Iran pada Juni 2025.
Ketua parlemen Iran Mohammad Baqer Qalibaf mengatakan IAEA tidak bersikap profesional dan objektif. Ia juga menuduh badan tersebut membiarkan informasi sensitif dimanfaatkan oleh musuh Iran, yang akhirnya berujung pada pengeboman fasilitas nuklir dan meningkatnya ancaman perang terbuka.