Setiap shut down membawa konsekuensi ekonomi. Ratusan ribu pegawai tidak menerima gaji tepat waktu, sementara aktivitas bisnis yang bergantung pada kontrak pemerintah juga ikut terganggu. Pasar keuangan biasanya merespons dengan gejolak, karena menilai shut down mencerminkan instabilitas politik.
Selain itu, masyarakat sipil menghadapi ketidakpastian. Dari wisatawan yang batal berkunjung ke taman nasional, hingga keluarga yang menunggu proses imigrasi tertunda, semuanya merasakan efek langsung.
Sistem politik AS menganut prinsip pemisahan kekuasaan. Kongres memegang kendali penuh atas anggaran negara, sementara Presiden harus menandatanganinya. Perbedaan ideologi antara Partai Demokrat dan Republik sering membuat kesepakatan sulit tercapai.
Jika tidak ada kompromi, anggaran baru gagal disahkan, dan shut down tidak bisa dihindari. Situasi ini kerap dimanfaatkan sebagai alat tawar-menawar politik, dengan masing-masing pihak menekan lawannya untuk mengalah.
Sejak 1976, AS telah mengalami lebih dari 20 kali shut down dengan durasi bervariasi. Rekor terlama terjadi pada 2018–2019 di era Presiden Donald Trump, berlangsung selama 35 hari dan melumpuhkan banyak layanan publik.