NEW YORK, iNews.id – Kekerasan di Myanmar kian memprihatinkan. Dewan Keamanan PBB diminta mengambil tindakan terhadap junta militer pascapembunuhan para pengunjuk rasa yang terus menentang kudeta dengan aksi turun ke jalan sejak bulan lalu.
Myanmar jatuh ke dalam kekacauan politik sejak militer menggulingkan dan menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari. Aksi protes dan mogok yang berlangsung setiap hari telah membuat bisnis tercekik dan melumpuhkan layanan publik.
Sampai hari ini, sudah lebih dari 50 pengunjuk rasa tewas di tangan aparat Myanmar (menurut catatan PBB). Dari jumlah itu, sebanyak 38 orang meninggal pada Rabu (3/3/2021) saja.
“Sangat penting bahwa Dewan Keamanan PBB bersikap tegas dan koheren dalam mengingatkan pasukan keamanan dan berdiri teguh dengan rakyat Myanmar, untuk mendukung hasil pemilu November yang jelas,” kata Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, pada pertemuan tertutup dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB, Jumat (5/3/2021), dikutip Reuters.
Juru bicara junta militer Myanmar tidak menjawab panggilan telepon wartawan untuk dimintai komentarnya terkait seruan Burgener itu.
Sebelumnya, militer Myanmar mengklaim telah menahan diri dalam menghentikan unjuk rasa. Akan tetapi, mereka juga tidak akan membiarkan para demonstran “mengancam stabilitas” negara.
Pada Sabtu (6/3/2021) ini, di Kota Dawei, pengunjuk rasa kembali turun ke jalan. Mereka meneriakkan berbagai ungkapan yang menolak kediktatoran militer. “Demokrasi adalah tujuan kami! Revolusi harus menang!” ujar demonstran.