"Ini buku pelajaran apa majalan porno?," kata Aung Pho Min dalam tulisannya di media sosial Facebook merespons langkah pemerintah.
Biksu Ashin Agga Dhama yang merupakan anggota kelompok agama Budha garis keras, MaBaTha, ikut bersuara terkait konten buku tersebut. Dia menyebut buku yang akan dibaca pelajar usia mulai 16 atau 17 tahun itu sebagai "media kotor" bisa merusak mentalitas dan nilai-nilai keagamaan pemuda Myanmar.
Melihat respons negatif masyarakat dan kaum agamawan mengenai konten buku pelajaran pendidikan seksual di sekolah, pemerintah Myanmar berencana meninjau ulang kurikulum serta konten buku-buku pendidikan seks.
Remaja di Myanmar baru bisa mendapat pendidikan seks pada 2016 saat pemerintahan baru Aaung San Suu Kyi berjanji untuk merombak kurikulum usang negara itu.
Saat itu, Suu Kyi menegaskan pentingnya pendidikan seks di Myanmar setelah mendapat data dari kelompok hak asasi perempuan (IPAS) bahwa angka aborsi di Myanmar sekitar 250.000 tiap tahunnya.
Namun, empat tahun pemerintahan Suu Kyi berjalan, penerapan pendidikan seks di sekolah belum berjalan efektif. Sebab, seks dianggap tabu di negara yang mayoritas memeluk agama Budha dan menjadikan biksu sebagai sumber bimbingan moral.